Jam menunjukkan pukul dua siang saat aroma debu jalanan dan deru knalpot bus menyatu di udara Jalan Ngumban Surbakti No. 4,Kecamatan Medan Selayang.
Di antara deretan penumpang yang menunggu keberangkatan, seorang lelaki berkemeja lusuh dengan ransel hitam tampak gelisah di halaman PO Bus Medan Jaya.Selasa(22/04/25)
Mulyadi 40 tahun. Seorang wiraswasta dari Aceh Utara yang hari itu tidak sedang mengantar barang dagangan atau menjemput kerabat, melainkan membawa sesuatu yang jauh lebih berbahaya — satu kilogram sabu, dibungkus rapi dalam plastik biru bertuliskan “French 1881”, tersembunyi di balik lapisan tas selempang dalam ranselnya.
Dia tak tahu, atau mungkin terlalu yakin, bahwa gerak-geriknya sejak pagi telah diawasi. Tim khusus Ditresnarkoba Polda Sumatera Utara telah membuntutinya dalam diam. Tak ada suara tembakan, tak ada kejar-kejaran. Hanya penangkapan senyap, di tengah hiruk pikuk terminal, yang menciptakan ruang hening sesaat di tengah keramaian.
Dari tangan Mulyadi, petugas menyita barang bukti: satu tas ransel hitam, satu tas selempang biru, satu bungkus sabu seberat seribu gram, dan sebuah ponsel Oppo merah nebula — saksi bisu dari komunikasi terlarang yang membawanya ke titik ini.
Saat diinterogasi, Mulyadi mengaku barang itu bukan miliknya. Ia hanya kurir, katanya. Sabu itu ia peroleh dari seseorang bernama Adi (masih dalam penyelidikan), atas suruhan seorang yang dipanggil Tengku (juga dalam lidik). Harga beli: Rp 340 juta. Harga jual: Rp 380 juta. Keuntungan untuknya: Rp 40 juta — ditambah janji upah Rp 35 juta dari Tengku jika transaksi berhasil.
Namun, sebelum uang itu sempat digenggam, hidupnya berubah. Penjara kini menantinya, dan proses hukum tengah berjalan di bawah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 114 Ayat (2) Subsider Pasal 112 Ayat (2).
Dalam kisah ini, negara menjadi korban. Kerugian negara mungkin nihil secara angka, tapi luka sosialnya lebih dalam: generasi yang terancam, masa depan yang dibarter dengan keuntungan sesaat, dan manusia yang menjual nurani demi rupiah.
“Penangkapan ini adalah bagian dari komitmen kami untuk terus menekan peredaran narkoba di Sumatera Utara. Kami sedang memburu pelaku lain yang terlibat dalam jaringan ini, termasuk pengendali dan penerima barang haram tersebut,” tegas Dirresnarkoba Polda Sumut, Kombes Pol Jean Calvinj Simanjuntak dalam keterangannya kepada media.
Mulyadi kini diam di ruang tahanan . Ia mungkin merenung, mungkin menyesal — atau mungkin hanya menunggu, untuk kembali ke pelukan gelap dunia yang nyaris menelannya utuh di siang itu. Di alah satu loket. Di Medan. Di bawah langit kelabu yang menyimpan banyak cerita lain yang belum terbongkar.