Nama Samsul Tarigan kembali mencuat setelah Mahkamah Agung (MA) resmi menjatuhkan vonis pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan atas kasus penguasaan lahan milik PTPN II di Kebun Sei Semayang, Sumatera Utara. Meski telah berstatus terpidana, Ketua DPD GRIB Jaya Sumut ini belum menjalani hukuman di balik jeruji besi.
Putusan kasasi MA yang diterbitkan pada 13 Juni 2025 menolak upaya hukum yang diajukan oleh terdakwa maupun jaksa penuntut umum. Dalam amar putusan yang dibacakan oleh hakim ketua Jupriyadi, MA mengembalikan hukuman seperti putusan Pengadilan Negeri (PN) Binjai sebelumnya, yakni pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan.
Sebelumnya, pada 20 November 2024, PN Binjai menyatakan Samsul Tarigan bersalah karena secara melawan hukum menguasai dan mengerjakan lahan perkebunan milik negara. Vonis tersebut didasarkan pada dakwaan tunggal jaksa penuntut umum terkait pelanggaran Pasal 55 huruf a jo Pasal 107 huruf a Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Namun, baik Samsul maupun jaksa penuntut umum mengajukan banding. Putusan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Medan justru lebih ringan, yakni hukuman 6 bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan, sehingga Samsul tidak perlu menjalani hukuman selama tidak melakukan tindak pidana baru dalam masa percobaan tersebut.
Upaya kasasi yang diajukan terdakwa untuk membebaskan diri pun berbalik arah. MA justru mengembalikan putusan PN Binjai, yakni hukuman penjara 1 tahun 4 bulan.
Meski demikian, hingga kini Samsul Tarigan belum dieksekusi karena Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai belum menerima salinan resmi putusan kasasi dari MA. Kepala Seksi Intelijen Kejari Binjai, Noprianto Sihombing, mengatakan, “Salinan putusannya belum kami terima. Itu yang menjadi dasar kami untuk mengeksekusi terpidana. Kita tunggu saja, mungkin dalam waktu dekat akan sampai.”
Dalam dakwaan, jaksa menyebut Samsul menguasai lahan seluas 80 hektar milik PTPN II. Sekitar 75 hektar lahan tersebut ditanami kelapa sawit, sedangkan 5 hektar sisanya digunakan untuk usaha hiburan malam. Area hiburan yang awalnya bernama Titanic Frog tersebut kemudian berganti nama menjadi Café Flower.
Samsul bahkan mengajukan permohonan sambungan listrik ke PT PLN untuk operasional usaha tersebut, dengan permohonan diajukan pada 17 April 2017 dan mulai aktif pada 29 Mei 2017.
PTPN II Kebun Sei Semayang sendiri memiliki lahan seluas 594,76 hektar dengan sertifikat HGU nomor 55 tahun 2003 yang berlaku hingga 18 Juni 2028.
Audit yang dilakukan PTPN II menunjukkan kerugian negara akibat penguasaan lahan oleh Samsul mencapai Rp 41 miliar. Kasus ini menjadi sorotan publik yang menanti langkah tegas penegak hukum untuk mengeksekusi putusan MA demi menegakkan supremasi hukum.(dtk/pr/sc)