Tanggal 1 Suro tahun ini jatuh pada Sabtu 30 Juli 2022. Dengan demikian malam 1 Suro dirayakan pada Jumat malam, 29 Juli 2022. Ini mengacu pada SKB 3 Menteri yang menyatakan Tahun Baru Islam 2022 atau 1 Muharam 1444 Hijriah tepat pada Sabtu, 30 Juli 2022. Apa itu Suro? Apakah Suro sama dengan Muharam? Berikut penjelasannya.
Suro dan Muharam
Suro adalah nama bulan pertama dalam penanggalan atau kalender Jawa. Sedangkan Muharam adalah bulan pertama dalam penggalan Islam atau Hijriah.
Dalam buku Perayaan 1 Suro di Pulau Jawa karya Indah Julie Rini (MKS, 2010), pergantian tahun Hijriah dan tahun Jawa hampir selalu bersamaan. Sebab, sejak 382 tahun lalu kalender Jawa mengadopsi sistem penanggalan Hijriah yang berdasarkan pergerakan bulan mengelilingi bumi (sistem lunar).
Di Jawa, Muharam dan Suro memang hampir identik. Namun, menurut KH Muhammad Sholikhin dalam bukunya Misteri Bulan Suro: Prespektif Islam Jawa (Narasi, 2010), Muharam dan Suro memiliki muatan makna dan peristiwa yang berbeda. “Bisa dikatakan bahwa keduanya memiliki dua arah yang berbeda dalam satu wadah”
Di Jawa, Muharam dan Suro memang hampir identik. Namun, menurut KH Muhammad Sholikhin dalam bukunya Misteri Bulan Suro: Prespektif Islam Jawa (Narasi, 2010), Muharam dan Suro memiliki muatan makna dan peristiwa yang berbeda. “Bisa dikatakan bahwa keduanya memiliki dua arah yang berbeda dalam satu wadah” (Sholikin, 2010:22).
Muharam Bulan Suci
Mengutip Tafsir al-Qurthubi dan Tafsir Ibn Katsir atas Surat At-Taubah ayat 36, KH M Sholikhin menjelaskan Allah menetapkan hitungan 12 bulan tiap tahunnya. Empat di antaranya adalah bulan suci atau bulan haram, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab.
Zulkaidah dan Zulhijah adalah bulan ke-11 dan ke-12 dalam Hijriah. Sedangkan Muharam adalah bulan ke-1. Seperti diketahui, tiga bulan berturut ini berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah haji. Adapun Rajab atau bulan ke-7 adalah saat Nabi Muhammad melaksanakan Isra Mikraj, dua perjalanan suci dalam semalam.
Keistimewaan Muharam
Ada banyak keistimewaan Muharam dalam agama Islam. Salah satunya tanggal 1 Muharam adalah hari pertama dalam tahun baru Hijriah. Tarikh atau perhitungan tahun Hijriyah dimulai sejak Nabi Muhammad hijrah dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi.
Penggunaan tahun Hijriah dilakukan oleh Umar bin Khatthab pada tahun keempat dia menjadi khalifah, atau 17 tahun setelah hijrah Nabi (Sholikin, 2010:23). Perhitungan kalender ini ditentukan berdasarkan tarikh qamariyah (sistem lunar).
Satu tahun Hijriah lebih pendek 11 hari dari tahun Masehi yang penghitungannya berdasarkan perjalanan bumi mengelilingi matahari atau solar system. Satu tahun Hijriyah rata-rata 354 hari, sedangkan Masehi 365 hari.
Sejarah Kalender Jawa
Di Jawa, tahun Hijriah dipakai sebagai sistem penanggalan Jawa yang ditetapkan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma, yang kadang disebut sebagai penanggalan Aboge (Sholikin, 2010:23). Dalam praktiknya, penanggalan Jawa terkadang berjarak sehari lebih lama dari Hijriah.
Tahun Jawa lebih muda 78 tahun dibandingkan tahun Masehi. Sebab, penanggalan Jawa tetap menggunakan tahun Saka, namun penghitungan harinya menjadi tarikh qamariyah (sistem lunar). Menurut KH M Solikhin, penggabungan dua sistem penanggalan ini merupakan ijtihad penting yang dilakukan Sultan Agung yang menjadi simbol asimilasi budaya Islam dan Jawa.
Menurut laman resmi Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kalender Jawa juga disebut sebagai Kalender Sultan Agungan karena diciptakan pada pemerintahan Sultan Agung (1613-1645). Sultan Agung adalah raja ketiga dari Kerajaan Mataram Islam.
Pada masa itu masyarakat Jawa menggunakan kalender Saka dari India yang penghitungannya didasarkan pada pergerakan matahari (solar system). Karena menggunakan kalender Saka, perayaan-perayaan adat yang diselenggarakan keraton tidak selaras dengan perayaan-perayaan hari besar Islam.
Agar perayaan adat keraton bersamaan waktunya dengan perayaan hari besar Islam, Sultan Agung membuat sistem penanggalan baru yang memadukan kalender Saka dan Hijriah. Kalender ini meneruskan tahun Saka, namun melepaskan sistem perhitungan yang lama dan menggantikannya dengan perhitungan berdasar pergerakan bulan.
“Karena pergantian tersebut tidak mengubah dan memutus perhitungan dari tatanan lama, maka pergeseran peradaban ini tidak mengakibatkan kekacauan, baik bagi masyarakat maupun bagi catatan sejarah,” tulis laman kratonjogja.id, diakses pada Senin (25/7/2022).
Suro dari Hari Ke-10 Muharram
Menurut KH Muhammad Sholikhin dalam bukunya, nama bulan Suro berasal dari kata ‘Asura. Hari Asura adalah hari kesepuluh bulan Muharam atau bulan pertama dalam tahun Hijriah.
Dalam Ensiklopedia Islam dijelaskan bahwa hari kesepuluh dalam bulan Muharam dipandang sebagai hari yang mempunyai keutamaan. Sebab, pada hari Asyura itu Allah SWT menentukan banyaknya peristiwa di muka bumi yang menyangkut pengembangan agama tauhid.
Dalam sebuah atsar yang dicatat Imam al-Ghazali dalam kitabnya Mukasyafah al-Qulub-al-Muqarrib min’Allam al-Ghuyub (Pembuka Hati yang Mendekatkan dari Alam Gaib), disebutkan pada hari Asura Allah menciptakan ‘Arsy, langit, bumi, matahari, bulan, bintang, dan surga.
Pada hari Asura pula banyak terjadi peristiwa penting dalam sejarah para nabi, dan masih banyak lagi keistimewaan lainnya.(ist)