Bulan suci Ramadan membawa suasana penuh haru dan kebersamaan bagi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pematangsiantar. Di tengah dinding-dinding batu yang biasa membatasi, ada momen yang membebaskan hati. Di Masjid At-Taubah Lapas Pematangsiantar, sebuah kegiatan buka puasa bersama keluarga warga binaan menjadi salah satu cara untuk menumbuhkan kembali semangat kebersamaan.
Tak sekadar menikmati hidangan yang dibagi di meja, lebih dari itu, kegiatan ini menyentuh dimensi spiritual yang mendalam. Warga binaan yang jauh dari keluarga merasakan kembali pelukan kasih sayang dalam bentuk yang berbeda, di ruang yang berbeda pula. Ini adalah bentuk nyata dari usaha untuk tetap menjaga ikatan dalam keluarga meski terpisah oleh tembok penjara.
“Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi tentang memperbaiki diri dan mempererat silaturahmi,” kata Davy Bartian, Kepala Lapas Kelas IIA Pematangsiantar, dengan mata yang tampak penuh harapan. “Kegiatan ini adalah bagian dari pembinaan keagamaan, untuk memberi kesempatan kepada warga binaan merasakan kedekatan dengan keluarga, serta mendalami nilai-nilai spiritual.”
Di balik sederhana namun penuh makna, acara buka puasa bersama ini juga diisi dengan doa bersama dan tausiah yang menyentuh. Setiap lantunan doa, setiap kata yang disampaikan dalam tausiah, membuka kembali lembaran harapan bagi para warga binaan. Mereka diajak untuk menatap masa depan dengan penuh keyakinan, dengan semangat untuk terus berbuat baik dan memperbaiki diri.
“Melalui kegiatan ini, kami ingin membentuk karakter yang lebih baik bagi warga binaan. Tidak hanya fisik mereka yang dibina, tetapi juga spiritual mereka,” lanjut Davy Bartian. Ia menambahkan bahwa pembinaan tidak hanya soal hukuman, tetapi juga tentang memberi ruang bagi perubahan positif.
Bagi keluarga warga binaan, kesempatan ini bukan sekadar moment untuk berbagi hidangan, tetapi juga menjadi kesempatan untuk memulihkan hubungan yang sempat terkikis oleh waktu dan jarak. Hari itu, di Masjid At-Taubah, bukan hanya puasa yang terhenti, tetapi juga kerinduan yang terasa semakin dekat.
Momen ini menjadi bukti bahwa meski kehidupan para warga binaan terbatasi, harapan dan kebersamaan tidak pernah terhalang. Keberagaman di dalamnya, baik secara fisik maupun spiritual, menyatukan mereka dalam ikatan yang lebih kuat, yang diharapkan dapat membawa mereka kembali ke masyarakat sebagai pribadi yang lebih baik.