“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (Alqur’an, Surah Ali Imran : 104).
DAKWAH sering dikaitkan sebagai usaha untuk merubah suatu situasi dari yang belum baik sehingga diarahkan kepada yang lebih baik dan sempurna. Apakah perubahan itu ditujukan kepada individu maupun masyarakat. Sebab itu program dakwah tidak sekedar pada usaha peningkatan pemahaman nilai-nilai agama dan pandangan hidup saja, tetapi juga mencakup sasaran yang lebih luas, yaitu implementasi ajaran Islam secara menyeluruh. Secara tegas dinyatakan bahwa dakwah merupakan tugas bagi setiap umat Islam.
Hal itu dapat dihubungkan dengan Surah Saba’ ayat 28 : “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
” Dakwah atau yang lebih dipahami dengan gerakan amar makruf dan nahi munkar sebagai kewajiban yang diamanahkan pada insan muslim supaya melakukan dakwah ila al-khair, di dalam al-Qur’an, Surah Ali Imran : 104 “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Kandungan ayat dimaksud mengindikasikan trilogi perjuangan Islam sepanjang sejarahnya, yakni dakwah ila al-khair, amar makruf, dan nahi munkar. Trilogi inilah yang menjadi dasar keunggulan umat Islam atas umat-umat lainnya, sehingga disebut sebagai golongan yang beruntung [al-muflihun]. Ketika menafsirkan kata ila al-khair, Rasyid Ridla menyebutkan kebijakan universal, suatu nilai-nilai etis dan moral atau akhlaq al-karimah. Dihubungkan dengan dakwah ila al-khair, amar makruf, dan nahi munkar, maka dapat ditemukan benang merah bahwa dakwah sebagai gerakan dan merupakan bagian integral keberadaan agama Islam yang berfungsi mengarahkan pembinaan umat pada tiga hal.
Pertama, sebagai aktivitas komunikasi, dakwah berpangkal tolak untuk memotivasi orang lain agar dirinya secara sadar memahami, meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam. Kedua, dakwah mestinya dilakukan dengan hikmah kebijaksanaan dengan menggunakan cara lisan, tulisan, dan gambar, untuk menegakkan yang makruf sekaligus menghindarkan kemunkaran, sehingga tatanan kehidupannya lebih baik. Dan ketiga, bahwa sebagai proses komunikasi, gerakan dakwah pada hakekatnya bertujuan untuk membangun masyarakat bahagia lahir batin atau dunia-akhirat.
Salah satu dalam bentuk aktivitas dakwah ialah lisan dapat menyelamatkan manusia lainnya dari jalan yang sesat, disebutkan hadits riwayat Thabrani “Sebaik-baik mukmin tentang keislamannya, ialah orang yang dapat menyelamatkan orang Islam dari lidahnya dan tangannya. Dan sebaik-baik mukmin tentang keimanannya ialah orang yang paling baik perangainya, dan sebaik-baik muhajirin ialah orang yang berhijrah dari apa-apa yang dilarang Allah padanya, dan sebaik-baik jihad, ialah orang yang berjihad pada jalan Allah”.
Hal yang berkenaan dengan tugas mubaligh yakni menyampaikan risalah Islam pada umat manusia, disebutkan di Surah al-An’aam ayat 90 : Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur’an)”. Al Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat”.
Mubaligh salah satu komponen pengemban tugas dakwah dan pembimbingan agama. Karena dakwah adalah penyampaian pesan-pesan agama Islam, disebutkan juga sebagai proses komunikasi, maka orang-orang yang menyampaikan pesan-pesan dakwah disebut juga komunikator. Mubaligh berkedudukan khusus di lingkungan masyarakat, sebab dirinya dianggap memiliki ilmu, kebijaksanaan, dan pengalaman sehingga pesan-pesan yang disampaikannya mudah dipahami. Mubaligh senantiasa berhadapan dengan masyarakat yang beragam situasi dan kondisi maupun problemanya beserta perubahan pola kehidupan, sikap, dan kultural yang dinamis. Tentunya setiap mubaligh senantiasa berupaya meningkatkan kompetensinya. Sebab kompetensi mubaligh dalam berkomunikasi, adalah kemampuan atau keahlian untuk membangun interaksi sosial.
Mubaligh senantiasa berhubungan dengan kegiatan komunikasi keagamaan, hendaknya selalu membekali diri, di samping usaha peningkatan kecakapan, juga peningkatan karakter atau akhlak. Disebabkan masyarakat yang menjadi sasaran dakwah, terus berkembang dan berubah. Dalam menyampaikan dakwah kepada masyarakat, mubaligh dituntut kemampuannya menterjemahkan ajaran agama secara nyata di lingkungan masyarakat.
Sehubungan peranan mubaligh sebagai komunikator dakwah, ada empat kompetensi mestinya ada pada dirinya. Pertama, kompetensi menterjemahkan norma-norma agama ke dalam kehidupan masyarakat secara jelas. Kedua, kompetensi menterjemahkan gagasan-gagasan pembangunan ke dalam bahasa yang mudah dipahami. Ketiga, kompetensi memberi pesan, pendapat, saran, dan petunjuk terhadap pemberdayaan potensi masyarakat serta kemaslahatan bersama. Dan keempat, kompetensi pendekatan dengan bahasa Islami, sebab mubaligh sekaligus berperan menjadi motivator masyarakat. Dengan didasarkan pada keempat kompetensi ini, maka mubaligh sebagai komunikator dakwah diharapkan akan dapat berperan maksimal untuk mewujudkan pembinaan masyarakat yang religius.
Pematangsiantar, 03 Dzulqaidah 1438 H
27 J u l i 2017 M
Discussion about this post