Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek.
Penetapan status tersangka diumumkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, dalam konferensi pers yang digelar Kamis (4/9/2025). Nadiem diduga terlibat dalam penyalahgunaan kewenangan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1,98 triliun.
” Dari hasil pendalaman, keterangan saksi-saksi, dan alat bukti yang ada, Kejagung menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” ujar Anang.
Untuk kepentingan penyidikan, Nadiem langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Sudah Tiga Kali Diperiksa
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem telah menjalani tiga kali pemeriksaan. Pemeriksaan pertama dilakukan pada 23 Juni 2025 selama sekitar 12 jam, disusul pemeriksaan kedua pada 15 Juli 2025 selama 9 jam. Pemeriksaan ketiga dilakukan hari ini, bertepatan dengan penetapannya sebagai tersangka.
Nadiem tiba di Kejagung pada Kamis pagi, didampingi oleh pengacaranya, Hotman Paris Hutapea. Kepada wartawan, ia hanya menyampaikan singkat, “Dipanggil untuk kesaksian, terima kasih, mohon doanya.”
Instruksi Sebelum Pengadaan Dimulai
Menurut Kejagung, kasus ini bermula dari program pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di lingkungan Kemendikbudristek pada tahun 2020 hingga 2022. Program tersebut menelan anggaran Rp9,3 triliun dan ditujukan untuk mendukung digitalisasi pendidikan, termasuk di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Namun hasil penyidikan menemukan bahwa Nadiem telah memberikan instruksi penggunaan sistem operasi Chrome OS sebelum proses pengadaan resmi dimulai. Instruksi tersebut disampaikan dalam rapat tertutup via Zoom pada 6 Mei 2019 bersama sejumlah pejabat tinggi Kemendikbudristek.
Selain itu, Kejagung juga mengungkapkan keberadaan grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team” yang dibuat pada Agustus 2019 oleh Nadiem, Jurist Tan, dan Fiona Handayani. Grup ini aktif membahas program digitalisasi pendidikan sebelum dan sesudah Nadiem menjabat sebagai menteri.
Tersangka Lain dan Peran Masing-Masing
Sebelum Nadiem, Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yaitu:
-
Jurist Tan (mantan Staf Khusus Mendikbudristek), kini buron dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO)
-
Ibrahim Arief (konsultan teknologi), dikenai tahanan kota karena alasan kesehatan
-
Mulyatsyah (eks Dirjen PAUD-Dikdasmen), ditahan
-
Sri Wahyuningsih (eks Direktur SD Kemendikbudristek), ditahan
Keempat tersangka diduga terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pengadaan yang diarahkan pada produk tertentu, yakni laptop berbasis Chrome OS. Penyusunan petunjuk pelaksanaan (juklak) pengadaan disebut telah dibuat sedemikian rupa agar menguntungkan pihak tertentu.
Tidak Sesuai Kajian
Kejagung menegaskan bahwa penggunaan Chromebook sebetulnya tidak sesuai dengan hasil kajian internal Kemendikbudristek. Sistem operasi tersebut dinilai memiliki banyak kelemahan dan tidak efektif digunakan secara luas di Indonesia, terutama di wilayah dengan infrastruktur digital yang masih terbatas.
” Kajian awal menyebutkan bahwa Chromebook memiliki berbagai kelemahan yang membuatnya tidak efektif digunakan di Indonesia,” jelas Direktur Penyidikan Jampidsus, Nurcahyo Jungkung.
Pasal yang Disangkakan
Nadiem disangkakan melanggar:
-
Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001
-
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kasus ini terus menjadi perhatian publik karena melibatkan program strategis nasional di sektor pendidikan serta tokoh ternama di bidang teknologi dan pemerintahan. Kejaksaan Agung menyatakan penyidikan akan terus dilanjutkan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru.