Di tengah gemuruh musik yang merayakan kebersamaan, Festival Nommensen 2025 yang digelar di Universitas HKBP Nommensen (UHN), Medan, pada 12-15 Maret, bukan hanya sekadar perayaan. Lebih dari itu, festival ini menjadi panggung di mana seni, budaya, dan semangat baru bersatu, membentuk jalinan yang tak terputuskan. Di atas panggung utama, dua nama besar musik Indonesia, Rossa dan Judika, hadir menghidupkan malam yang penuh energi dan kenangan.
Rossa membuka tirai festival dengan suara lembut yang memikat, menyanyikan delapan lagu hits yang sudah akrab di telinga. “Kumenunggu”, “Tegar”, hingga “Pudar” mengalun dengan sempurna, melantunkan harapan dan rasa yang jauh melampaui kata-kata. Para penonton, sebagian besar mahasiswa UHN, tampak larut dalam tiap bait lagu, menyanyi bersama, seolah waktu berhenti sejenak untuk memberikan mereka kesempatan menghidupkan kembali kenangan.
Namun, puncak dari Festival Nommensen 2025 hadir pada hari terakhir, 15 Maret 2025, saat Judika, sang penyanyi berdarah Batak, melangkah ke atas panggung dengan aura penuh semangat. Seperti matahari yang tak bisa dibendung terbenam, Judika langsung menghentak dengan lagu “Bukan Rayuan Gombal”. Tidak hanya sekadar konser, seakan menjadi perayaan kehidupan, di mana lagu-lagu seperti “Sampai Akhir” dan “Anak Medan”,O Tano Batak, mengundang koor massal dari para penonton, yang bernyanyi seakan tak ada batasan antara panggung dan penonton.
“Puas kali pokoknya, udah lama enggak ada seperti ini,” ucap Judika, mata berbinar, seolah mengingat kembali akar-akar yang membawanya ke puncak karier. Senyuman tulusnya menghiasi hari itu, sebuah perayaan atas perjalanan panjang yang dia lewati, dari Sumut, tanah kelahirannya, menuju panggung-panggung dunia.
Penampilan Judika, yang diselingi dengan lagu-lagu Batak, membawa penonton pada sebuah perjalanan emosional, menggugah rasa kebanggaan akan budaya yang kaya dan penuh makna. “Kami bangga penyanyi dari tanah Batak sudah go internasional,” puji Effendi Simbolon, Ketua Yayasan HKBP Nommensen, yang melihat langsung betapa musik dan budaya Batak dapat menggetarkan jiwa, tak hanya bagi masyarakat Medan, tetapi juga bagi dunia.
Festival ini, yang digagas oleh Effendi Simbolon setelah dilantik sebagai Ketua Yayasan, juga menjadi simbol kebangkitan dan semangat baru bagi Universitas HKBP Nommensen. Dalam waktu empat hari, berbagai kegiatan mulai dari kuliah umum hingga pameran seni, menyatukan berbagai lapisan masyarakat, mahasiswa, dan pemerhati pendidikan, dalam satu kesatuan visi yang lebih besar. Kuliah umum yang menghadirkan narasumber-narasumber ternama, seperti Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Viada Hafid, dan Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, memberi wawasan penting bagi para peserta festival, mengingatkan mereka bahwa pendidikan dan kesadaran sosial adalah kunci bagi masa depan bangsa.
Namun di balik megahnya panggung, di balik riuhnya gelak tawa dan nyanyian, ada satu pesan yang lebih mendalam, yang terasa lewat setiap detak jantung yang seirama dengan musik: kebersamaan. Dalam hari yang dipenuhi lagu-lagu indah, Festival Nommensen mengajarkan bahwa seni bukan hanya untuk dinikmati, tetapi juga untuk mengikat kita dalam jalinan rasa yang sama, dalam semangat yang tak kenal lelah. Sebuah perayaan bukan hanya untuk UHN, tetapi untuk setiap jiwa yang merasakan makna sejati dari sebuah komunitas yang terus berkembang, bersama dalam harmoni yang tak akan pernah pudar.
“Mauliate Nommensen,” kata Judika di penghujung penampilannya. Satu kalimat sederhana, namun penuh arti, untuk mengakhiri festival yang telah menorehkan kenangan indah di hati setiap orang yang hadir.