
Tak perlu menjadi Kartini, namun jadilah dirimu sendiri. Hanya saja tetap harus memberikan manfaat bagi kehidupan orang lain.
Hari ini, 21 April merupakan peringatan Hari Kartini. Anak-anak bangsa, khususnya kaum Hawa beramai-ramai memeringatinya. Di hari ini, banyak pandangan dan pikiran mengarah ke wanita kelahiran Jepara, Jawa Tengah itu.
Sosok-sosok Kartini masa kini pun ‘dimunculkan’. Padahal, mereka bukan Kartini. Mereka-mereka itu adalah diri mereka sendiri. Mereka telah berjuang, berpikir, dan berkarya. Mereka pun ada di mana-mana.
Di Kota Pematangsiantar, ada Apni Olivia Naibaho SE MMin. Perempuan ini bukan walikota, bukan pula anggota DPRD. Dia seorang petani! Yah dia seorang petani yang berjuang menyelamatkan manusia dan lingkungan dari kerusakan serta kerugian yang ditimbulkan penggunaan bahan kimia berbahaya, semacam pestisida anorganik dan lainnya.

Sejak Maret tahun 2013, Apni memilih berkecimpung menjadi petani, khususnya petani sayur organik. Selain bertani, ia memasarkan sendiri hasil pertaniannya. Kini, ia telah memiliki beberapa orang petani binaan. Mereka menanam kangkung, sawi manis, sawi pahit, bayam merah, bayam hijau, dan pokcoy. Tentunya tanpa menggunakan bahan kimia berbahaya.
“Aku bersama enam orang petani di Blok Songo bertani sayur secara organik,” sebut Apni.
Setelah panen, lanjut Apni, hasilnya dijual ke kantor-kantor pemerintah dan swasta, termasuk puskesmas dan sejumlah bank yang ada di kota Pematangsiantar.
Diceritakan Apni, sebelumnya setamat sekolah menengah atas, ia sempat merantau ke Jakarta. Setelah 12 tahun, tepatnya tahun 2012 ia memilih kembali ke Pematangsiantar. Di kota kelahirannya, termasuk juga di kabupaten tetangga, Simalungun, Apni melihat kehidupan para petani sangat miris.
“Mereka miskin, terpuruk hidupnya,” tukas Apni, yang selama di Jakarta bekerja di yayasan peduli kaum marjinal.
Setelah ditelusuri, lanjut Apni, ternyata para petani itu tertindas oleh tengkulak.
“Tengkulak itu seakan-akan membantu petani dan memberikan modal, tapi kemudian petani terpaksa menjual hasil pertaniannya ke tengkulak dengan harga sangat murah,” sesal Apni.
Apni memilih bertanam sayur organik. Alasannya, pertanian organik tidak merusak tanah. Selain itu, hasil pertaniannya lebih sehat dan aman dikonsumi.
“Harga jual pun lebih tinggi,” sambungnya.
Diakui Apni, sebelum turun langsung ke areal pertanian, ia terlebih dahulu memelajari ilmu pertanian, khususnya pertanian organik. Sebab, latar belakang pendidikannya bukanlah pertanian.
Awalnya, Apni bertani sendiri. Ia mengontrak lahan di Simpang Kerang selama enam bulan. Kemudian, pindah ke kawasan Tanjung Pinggir, hingga kemudian ke Blok Songo, Simalungun, sampai sekarang.
“Semuanya itu (lahan) disewa. Aku nggak punya lahan,” aku Apni, seraya menambahkan ia berobsesi para petani beralih dari pertanian kimia ke organik. Lantas Apni menampung seluruh hasil pertanian mereka dan memasarkannya. Plus, ia menjadi konsultan bagi para petani.
Di Blok Songo, Apni membantu petani mulai dari membangun bedengan hingga panen.
“Jadi mereka (petani) melihat apa yang kulakukan. Selama setahun terus seperti itu. Sambil aku menjalin relasi dengan petani dan memotivasi mereka untuk beralih ke pertanian organik. Setahun kemudian, ada dua petani tertarik untuk bertani organik. Setelah panen, aku yang memasarkan sayur mereka,” beber Apni lagi.
Diakui Apni, kini ia memang tidak lagi langsung turun ke lahan pertanian. Ia lebih memokuskan diri sebagai distributor sayuran organik yang dihasilkan para petani binaannya di Blok Songo.
“Nama brand kami Siantar Sehat, atau Sise,” sebut sulung dari tiga bersaudara ini. Selain itu, Apni pun mencoba usaha baru, yaitu produk olahan dari sayur, yang disebut stik sayur Sise.
Menurut Apni, masa panen sayur organik tidak bisa dipastikan. Apalagi jika cuaca tidak jelas seperti saat ini. Namun biasanya, kata perempuan yang masih lajang ini, bisa 2-3 kali dalam seminggu. Dari sekitar delapan rante areal pertanian mereka, sekali panen rata-rata menghasilkan 30-50 kilogram sayuran. Harga pun jauh di atas harga sayuran kimia. Misalnya, kangkung. Dari hasil pertanian dengan menggunakan bahan kimia, harganya Rp2 ribu per kilogram. Namun untuk kangkung organik menjadi Rp7 ribu per kilogram.
Ditambahkannya selain memproduksi dan menjual sayuran segar, bersama sejumlah petani yang diajaknya bergabung, mereka memproduksi penganan stik berbahan sayuran organik.
Duta Petani Muda
Sebagai petani, Apni telah diakui berprestasi. Ia pernah mengikuti pemilihan Duta Petani Muda 2016. Dari 514 petani muda seluruh Indonesia, Apni masuk 10 besar finalis.
“Aku terpilih sebagai peserta berdedikasi,” sebut alumni SD Taman Asuhan, SMP Bintang Timur, dan SMA Negeri 4 Pematangsiantar ini.
Menurut Apni, mengubah pola pikir dan membangkitkan kesadaran petani dan konsumen memang lah tidak semudah membalik telapak tangan. Kendati demikian, wanita kelahiran Pematangsiantar 30 April 1982 ini mengaku optimis.
\
“ Mengubah pola pikir itu ga segampang membalikkan tangan walaupun yg ditawarkan ke petani dan konsumen itu sesuatu yang bagus, jadi harus sabar,“ sebutnya optimis.
Ia pun sangat berharap ke depan akan makin banyak petani dan konsumen yang sadar dan beralih ke pola pertanian organik dan ramah lingkungan.
Ada kepuasan tersendri bagi Apni menjalani kegiata pertanian organik. Alumni Universitas Bung Karno ini merasa sangat puas ketika petani memutuskan beralih ke pertanian organik dan terjadi peningkatan pendapatan. Sedangkan konsumen beralih ke produk sayuran organik dan bertanya padanya kapan panen.
Ia pun menawarkan dan memasarkan produk dengan lisan dari orang per orang maupun lewat berbagai media sosial. Untuk kaum hawa, khususnya ibu-ibu yang ada di Pematangsiantar, Apni mengajak agar memulai pola hidup sehat, salah satunya dengan memilih sayuran organik bagi keluarganya.
“Aku berharap setiap rumah tangga memanfaatkan halaman rumah dengan bertanam sayur organik sehingga sehat dikonsumsi keluarganya. Wanita dimana pun berada bisa berdampak positif sehingga ada gunanya dulu Kartini mengumandangkan Emansipasi, “ (Rivay Bakkara) Tulisan didedikasikan untuk wanita-wanita hebat. Selamat Hari Kartini…
Foto; Apni Olivia Naibaho
Discussion about this post