Mimpi menjadi komposer musik ternama, membawa Jesica Yap ‘berpetualang’ hingga ke Amerika Serikat.
Kini, wanita kelahiran Pematangsiantar tersebut telah dan sedang menyelesaikan sejumlah proyek di negara Paman Sam tersebut.
Bagaimana awal Jesica bisa berkarir di Amerika? Berikut hasil wawancara penulis dengan Jesica yang berada di Amerika.
‘Kenekatan’ Jesica menetap di Amerika juga dipengaruhi dari cerita film Air Bud yang ditontonnya semasa kecil.
Film tersebut menceritakan tentang seorang anak kecil dan anjing kesayangannya yang dia temukan di jalan, dan menjadi sahabat baiknya.
“Ceritanya sangat menyentuh hati dan perasaan. Yang saya ingat saat menonton film itu adalah kagum dan disertai penasaran mendalam. Penasaran bagaimana hidup di belahan dunia yang lain. Saya pun mulai berimajinasi dan berangan- angan seolah saya ada di sana,” terang Jesica, bungsu dari lima bersaudara, anak pasangan Suwarli (Yap Bun Li) dan Susana (Ng Gin Tjen).
Rasa penasaran memuncak karena abang dan dua kakaknya telah duluan melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat.
Sebagai anak bungsu yang usianya terpaut jauh dengan saudara-saudaranya, niat Jesica untuk tinggal di luar negeri pun semakin kuat.
Setelah lulus SMA, Jesica memilih melanjutkan pendidikannya ke Malaysia ICOM (International College of Music). Tak puas, ia pun terbang lebih jauh lagi.
Kali ini dia memilih menimba ilmu di Boston, tepatnya di Berklee College of Music. Di Boston, Jessica sekolah dengan beasiswa dari Asian World Tour scholarship.
Setelah menyelesaikan study di Berklee dengan predikat Magna Cum Laude, tahun 2014 Jesica pindah dan berkarir di Los Angeles, California, USA.
Diterangkan Jesica, di tahun 2013, menjelang tahun terakhirnya kuliah di Boston, ia dan 6 teman sekolahnya terpilih untuk meng-compose dan meng-conduct Silent Film “Safety Last!”, yakni di The Coolidge Corner Theater, The Cutler Majestic Theater, Dreamland Film and Performing Arts Center and The Martha’s Vineyard Film Center.
Hingga di akhir perkuliahan, ia menerima penghargaan sebagai Final Year Academy Rewards oleh Film Scoring department.
Tahun selanjutnya, Jesica pindah ke Los Angeles, tepatnya setelah menyelesaikan kuliah di Boston. Ia mendapatkan internship (magang) selama 3 bulan di dua perusahaan besar, tempat musik- musik film Blockbuster diproduksi.
“Internship saya dimulai dari membuat kopi, mengambil pesanan, dan lainnya. Sebagai kompensasi, saya diberi kesempatan untuk mengamati dan mempelajari cara dan sistem kerja perusahaan tersebut. Setelah internship saya berakhir, saya mendapatkan panggilan balik untuk membantu salah satu perusahaan tersebut,” sebutnya.
Di sana, Jesica mengaku mulai dipercaya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar, seperti meng-interview, men-training calon-calon peserta internship, mengurus kebutuhan di studio, juga bekerja dekat dengan boss, termasuk mengurus studio hingga hal- hal yang bersangkutan dengan produksi.
“Banyak hal- hal baru yang saya pelajari setiap harinya. Intinya, apa yang bisa saya kerjakan dengan cepat untuk membantu meringankan perusahaan dan bekerja sebagai satu tim,” tukas perempuan yang lahir 20 November 1989 ini.
Masih segar di ingatannya saat kali pertama menginjakkan kaki dan duduk di sesi recording di studio dengan full orchestra.
Bagaimana ia mendengar langsung hasil komposisi dari Boss-nya (composer dari Big Hero 6, Captain America, dll), secara live, termasuk cara si boss berkomunikasi.
“Itu satu mimpi saya yang menjadi kenyataan. Apalagi dapat bekerja di perusahaan itu dan menjadi bagian dari tim di perusahaan itu. Sungguh pengalaman yang sangat tidak terlupakan. Banyak suka dan duka yang saya alami, tapi semua itu adalah bagian dari pengalaman dan pembelajaran. Sembari bekerja di studio, saya juga menyempatkan diri mencari kerja tambahan seperti project- project scoring, mengajar, dan lainnya,” jelasnya.
Beberapa proyek yang telah ia kerjakan di Amerika dan di Indonesia diganjar nominasi awards di sejumlah film festivals.
Sebut saja LA Shorts Film Festival, XXI Short Film Festival, Los Angeles Indonesian Film Festival, Europe One Screen Festival, and Vidsee Juree 2016.
Selain itu, beberapa hasil scoring-nya pernah diputar di Regal Theater, Regent Theater, XXI Epicentrum Jakarta, dan JW Marriott Hotel Medan.
“Komposisi saya pernah dimainkan oleh beberapa orkestra di Boston, termasuk The Kalistos Chamber Orchestra, The Esterházy String Quartet, dan Triple Helix,” sebutnya.
Sekarang, Jesica sedang mengerjakan satu film investigasi drama pendek, satu film action pendek, dan satu film animasi pendek.
Serta meng-assist seorang Emmy Award winner composer untuk menyelesaikan satu film dokumenter. Sesi rekaman orkestranya diadakan di Budhapest.
Ia juga mengerjakan satu arransement kolaborasi dengan penyanyi di Jakarta. Kemudian, dalam persiapan untuk komposisi string quartet yang telah diberitakan terseleksi oleh ASA (Academy or Scoring Arts).
“Komposisi saya berjudul “Incompatible Love” akan di mainkan di Sephard University di California nanti bersama lima komposer lainnya pada 21 April 2017. Semuanya masih dalam proses, jadi saya tidak bisa ungkapkan lebih jauh sekarang,” kata Jsica yang sekarang aktif mengajar piano di salah satu kursus private di Los Angeles, dan juga murid private.
Balet atau Musik
Awalnya, kata Jesica, ia sempat bingung memilih bidang yang harus ditekuni. Apakah sekolah musik atau balet, atau keduanya. Karena satu dan lain hal, ia memutuskan untuk fokus ke musik.
Kebetulan, salah seorang kakak perempuannya tengah berada di West Virginia University di Amerika Serikat menganjurkan dia melanjutkan kuliah di salah satu sekolah musik kontemporer ternama di Amerika Serikat.
“Saya coba google dan research lebih jauh. Juga mulai membayangkan saya suatu hari bersekolah di sana. Sayangnya bianyanya sangat mahal. Jadi saya memutuskan bersekolah di Malaysia ICOM dan menyelesaikan separuh dari pendidikannya di Berklee College of Music dengan Asian World Tour scholarship hasil audisi dan bantuan, sisanya dari keluarga saya,” jelas Jesica.
Tamat dari Berklee dengan predikat Magna Cum Laude, ia pindah ke Los Angeles untuk melanjutkan karir.
“Prinsip saya, hidup ini sekali. Dilahirkan itu adalah suatu anugrah dan kesempatan yang luar biasa. Jadi tekunilah dan lakukanlah apa yang kamu inginkan, dan belajarlah sebanyak mungkin dari pengalaman di manapun kamu berada. Jangan pernah takut mencoba. Karena dengan mencoba kamu akan merasakan apa yang tepat atau tidak. Masa depanmu ada di tanganmu dan pilihanmu. Singkatnya, rasa penasaran saya untuk terus belajar memacu saya untuk menjadi versi yang lebih baik dari saya yang sebelumnya,” katanya lagi.
Bagi Jesica, bisa menetap dan berkarir di Amerika merupakan anugerah luar biasa. Apalagi ia yakin, setiap orang pasti punya pengalaman dan cerita yang berbeda- beda tentang perjalanan hidup.
“Orang – orang menyebut America sebagai “the land of career opportunity”. Perjalanan sampai ke Los Angeles sangat menarik. Setiap hari saya mengingatkan diri saya untuk bersyukur, termasuk ketika saya menghadapi kesulitan. Sebab pada akhirnya semua itu akan lewat, seperti kutipan lirik lagu oleh Kelly Clarkson “What doesn’t kill you make you stronger,” katanya.
Pengalaman hidup adalah proses pembentukan diri. Analoginya seperti bermain game: Level up!
Seperti kata seorang Novelist asal Jepang Banana Yoshimoto: “As I grow older, much older, I will experience many things, and I will hit rock bottom again and again.
Again and again I will suffer; again and again I will get back on my feet. I will not be defeated. I won’t let my spirit be destroyed.
” Harapan saya adalah saya dapat membahagiakan orangtua , saudara- saudara saya, teman- teman saya dan bagaimana saya bisa menjadi berguna bagi banyak orang,” tambahnya.
5 Tahun Tidak Pulang
Sudah lima tahun Jesica tidak pulang ke Indonesia, khususnya ke Pematangsiantar. Sehingga ia kurang mengetahui perkembangan Pematangsiantar.
Namun ia yakin, dalam kurun lima tahun ini, Siantar pasti sudah berkembang. Apalagi ia selalu mengikuti perkembangian Siantar dari sosial media.
“Pematangsiantar sudah mulai maju dari segi kualitas pendidikannya. Terbukti banyak siswa berprestasi yang mengharumkan nama sekolah dan kota Pematangsiantar), sekolah- sekolah yang sudah mulai meng-upgrade sistem pendidikan untuk mampu berkompetisi dengan sekolah- sekolah standar maupun luar,” jelasnya.
Dari sektor perekonomiannya, sesuai amatan Jesica, banyak kafe, pusat perbelanjaan ,dan tempat bermain yang dibuka.
Artinya, semakin banyak wirausahawan dan investor kreatif yang turut memajukan perkembangan Siantar.
“Harapan saya Pematangsiantar bisa menjadi lebih baik lagi di semua sektor, mulai pendidikan sampai perekonomian. Sehingga Pematangsiantar bisa dikenal sebagai kota yang “kecil- kecil cabai rawit,” harapnya.
Walaupun kecil, tapi dikenal dengan suber daya manusia dan keunikannya, seperti Becak Siantar.
Apalagi Siantar dekat dengan Danau Toba,” terang Jesica yang berharap generasi muda untuk terus bermimpi dan berimajinasi. Sebab itu langkah awal dari semuanya, maka jangan membatasi kemampuan,” tegasnya (Vay)