Presiden Prabowo Subianto mengangkat politikus Partai Golkar Meutya Hafid sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dalam kabinetnya.
Nama Meutya disampaikan Prabowo dalam pengumuman menteri dan wakil menteri di Istana Negara, Jakarta, Minggu (20/10) malam.
Meutya sebelumnya berprofesi sebagai jurnalis media televisi nasional.Salah satu yang diumumkan adalah Meutya Hafid, yang ditunjuk sebagai Menteri Komunikasi dan Digital. Jabatan ini sebelumnya bernama Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo). Untuk pertama kalinya, jabatan menteri di bidang komunikasi di Indonesia, dijabat oleh perempuan. Adapun menteri di bidang komunikasi yang pernah menjabat sejak Departemen Penerangan berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2001 adalah Syamsul Muarif (2001-2004), Sofyan A Djalil (Oktober 2004-Mei 2007), Mohammad Nuh (Mei 2007-Oktober 2009), Tifatul Sembiring (Oktober 2009-September 2014).
Ia pernah diculik dan disandera oleh kelompok bersenjata saat bertugas di Irak pada 18 Februari 2005 lalu. Meutya dan rekannya juru kamera Budiyanto dibebaskan pada 21 Februari.
Malang melintang sebagai jurnalis, Meutya memutuskan terjun ke dunia politik dengan bergabung ke Partai Golkar pada 2010. Ia sempat diusung sebagai calon wali kota Binjai, namun kalah.
Nama Meutya memang santer disebut-sebut masuk ke kabinet Prabowo-Gibran. Sebab, politisi partai Golkar ini sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Sebelum dikenal sebagai politisi, Meutya pernah berkiprah di dunia pers. Ia sempat menjadi jurnalis dan presenter berita di Metro TV.
Salah satu momen yang melambungkan namanya adalah ketika ia dan juru kamera Metro TV, disandera oleh kelompok bersenjata di Irak saat sedang bertugas tahun 2005 lalu. Meutya dan rekannya disandera selama tiga hari. Setelah beberapa tahun berkarir di jurnalistik, Meutya mulai merambah ranah politik. Ia memilih Partai Golkar sebagai kendaraan politiknya, hingga terpilih sebagai anggota DPR RI selama tiga periode berturut-turut. Jabatan terakhirnya sebelum menjadi Menkominfo adalah Ketua Komisi I DPR yang juga membidangi Komunikasi dan Informatika. Komisi yang ia pimpin beberapa kali terlibat dalam pembahasan isu Kemenkominfo periode sebelumnya. Salah satunya adalah ketika insiden serangan peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) bulan Juni lalu.
Meutya kemudian masuk ke DPR setelah menggantikan Burhanudin Napitupulu pada Agustus 2010. Karir politiknya moncer. Ia pun dipercaya menjabat Ketua Komisi I DPR pada periode 2019-2024.
Meutya Viada Hafid atau dikenal sebagai Meutya Hafid, lahir di Bandung, 3 Mei 1978. Ia sempat mengenyam pendidikan menengah ke atas di SMA Cresent Girls School, Singapura tahun 1993-1996. Setelah lulus SMA, ia mengambil program studi Teknik Manufakturing di University of New South Wales, Sidney, Australia tahun 1996-2000.
Ia kemudian menempuh pendidikan magister Ilmu Politik di Universitas Indonesia tahun 2015-2018, dihimpun dari laman resmi Partai Golkar. Sebelum menempuh magister, ia lebih dulu terjun ke dunia pers. Nama Meutya mulai dikenal ketika ia dan rekannya, juru kamera Metor TV, disandera oleh kelompok bersenjata, ketika sedang bertugas di Irak pada tahun 2005. Ia dan rekannya disandera selama tiga hari, dan kemudian dibebaskan pada 21 Februari 2005. Karirnya sebagai jurnalis cukup moncer.
Pada tahun 2007, ia pernah menerima penghargaan jurnalistik Elizabeth O’Neill dari Australia, dilansir dari laman resmi Kedutaan Besar RI untuk Australia. Penghargaan ini diberikan untuk masing-masing seorang jurnalis asal Australia dan Indonesia setiap tahunnya, untuk mengenang mantan Atase Pers Kedutaan Australia Elizabeth O’Neill, yang gugur dalam kecelakaan pesawat di Yogyakarta saat bertugas, 7 Maret 2007. Setelah berkecimpung di dunia pers selama beberapa tahun, Meutya terjun ke dunia politik tahun 2009.
Meutya memutuskan untuk bergabung ke Partai Golkar dan maju dalam pemilihan calon legislatif periode 2009-2014, untuk daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Utara I. Ia sempat gagal maju ke kursi legislatif, karena kalah suara dengan Burhanuddin Napitupulu yang kemudian meninggal dunia dalam tugasnya tahun 2010.
Partai Golkar kemudian mengusung Meutya sebagai pengganti Burhanuddin. Meutya lantas menjadi anggota DPR Pengganti Antar Waktu (PAW) di Komisi XI, sebagaimana dihimpun dari Antara. Tahun 2010, ia berpasangan dengan H. Dhani Setiawan Isma untuk maju sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota untuk Kota Binjai, Sumatera Utara periode 2010-2015.
Namun, ia gagal dalam kontestasi ini. Tahun 2014, ia kembali maju sebagai caleg DPR RI untuk Dapil yang sama. Sejak saat itu, Meutya lolos sebagai Anggota DPR RI untuk dua periode berturut-turut, yakni 2014-2019 dan 2019-2024. Total, ia tiga periode menjabat sebagai Anggota DPR. Ia juga menjabat sebagai Ketua Komisi I DPR RI yang membidangi Pertahanan, Intelijen, Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika periode 2019-2024.
Di partai Golkar, Meutya juga menjabat sebagai Ketua Media dan Penggalangan Opini (MPO). Dalam kontestasi pemilihan presiden dan calon presiden 2024-2029, Meutya menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.